• Daftar Isi

  • Kategori

  • Ormas Nasional Demokrat

Pengkaderan Partai terlupakan!

Binar budaya politik indonesia memasuki moment yang sangat krusial, Bagaimana masyarakat mengidentifikasi tingkah laku para politisi kita yag terjebak dalam suatu kongkalikong kekuasaan. Dengan orientasi itu masyarakat menilai dan mempertanyakan tempat dan peranan mereka di negara ataupun di sistem politik yang mengamanatkan konstitusi.

Kasus M.Nazaruddin ini merupakan indikator, yang menjadi persepsi dan argumentasi publik bahwa kader muda(politisi muda) cenderung riskan untuk dipercaya lagi, potret distrust sangat jatuh di masyarakat. Padahal masih banyak tokoh-tokoh muda yang masih mempunyai figur yang ditopang pengetahuan dan pengalamnya sebagai aktivis masyarakat ataupun penggiat sosial. Semuanya terkomposisi dalam kesalah-arahan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai itu sendiri. Jangan heran juga kalo kader partai itu melebihi koridor-koridor konstitusi yang sudah dicanangkan. Di satu sisi perlu dicermati juga bahwa setiap partai memiliki bidang kaderisasi. Lantas apa fungsi pengkaderan itu? Hanya sebagai bidang fungsional sajakah. Dan apakah partai itu mengkaderkan kadernya untuk korupsi? Atau untuk mendapatkan porsi kekuasaan yang menggiurkan!.

Perlu untuk kita kritisi, karena SDM dari sebuah partai politik dimulai dari sini. Menjadi sebuah acuan kognitif dan penting untuk saat ini di tengah fragmentasi politik yang terjadi di masyarakat, untuk saat ini partai politik harus membenahi sistem kaderisasinya, penataan ulang main stream dari kaderisasi itu sendiri. Pasca melihat kader-kader partai yang menjadi produk partai itu sendiri. Karena seharusnya kaderisasi ini memberikan edukasi politik dan pemahaman fatsun-fatsun politik yang dapat menghasilkan kader-kader berkarakter dan menjadi sosok tauladan untuk rakyatnya kelak. Selain itu juga kader juga mesti memberikan totalitasnya sebagai subjektifitas politik.

Dan salah satunya menjelang 2014 yang menjadi objek partai politik bersaing nanti, partai politik yang bersaing nanti untuk segera melakukan revitalisasi pengkaderan yang sudah ada, pasalnya budaya sudah terkungkung dalam lingkaran api yang mengikat sehingga orang-orang didalamnya mudah terbakar dan sistem politik hanya akan menjadi objek sirkulasi semata, kita tak akan menemukan pemimpin yang tauladan maupun amanah. Sehingga kita terus menemui hambatan yang terderivasi untuk mencapai demokrasi substansial. Semuanya kembali kepada manusianya dan partai politik harus melakukanmelakukan pengkaderan berbasis personalitas dan profesional.

Partisipasi Rakyat-Konstitusi Kuat

Pada dasarnya rakyat adalah unsur konstitutif dari Negara atau unsur dasar dari Negara. Sehingga, sifatnya mutlak untuk Negara dan tak dapat dipisahkan. Saat ini rakyat Indonesia berparade dalam menjalankan kehidupan politiknya dalam kelangsungan hidup di  lingkungan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dewasa ini Indonesia, sebagai Negara yang berdemokrasi muncul type-type budaya politik yang berkembang di masyarakat kita antara lain; Budaya politik parokial yang masyarakat cenderung apatis seakan politik sangat tak diminati dan jauh dari apresiasi masyarakat. Budaya politik subjek yang mana masyarakat kita sudah memiliki minat, perhatian, kesadaran dan pemikiran tentang politik. Dan secara orientasi objek politik dari masyarakat dilihat dari penyertaan sikap pragmatis dan oposisi terhadap sistem politik. Sehingga, dikatakan pasif karena tidak berdayanya untuk mempengaruhi sistem politik. Budaya politik partisipan ditandai oleh individu yang aktif dalam kehidupan politik. Dan tidak lain merupakan wujud dari budaya demokrasi dalam masyarakat. Partisipasi politik muncul atas pembuatan keputusan-keputusan oleh kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai wakil rakyat. Berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan  dengan pikiran dan sikap yang santun serta berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan pada level sosial yang paling kecil. selain itu,juga ikut serta dalam mengawasi kinerja dan kebijakan dari parlemen dan pemerintah dan menjadi masyarakat yang berperan aktif guna mewujudkan masyarakat madani.

Sebagai bangsa kita bersyukur bahwa kita telah mempunyai nilai-nilai dasar yang disepakati bersama, walaupun dalam sejarah telah banyak terjadi pergulatan pemikiran yang intens dan juga pergolakan politik yang tidak sedikit dalam menyepakati nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara kita itu.secara ideologis normatif kita mempunyai tiga tingkat nilai dasar yang harus menjadi pedoman, yakni pedoman idiil pancasila , pedoman konstitusional UUD 1945, serta pedoman operasional GBHN. Dari ketiga nilai dasar ini, GBHN merupakan “jembatan” antara nilai-nilai dasar dengan nilai-nilai praksis. Karena itulah, disatu pihak GBHN dari waktu ke waktu harus mampu mencerminkan perubahan masyarakat, tetapi di lain pihak perubahan itu haruslah tetap mengacu kepada nilai-nilai yang lebih tinggi,  yakni ideologi  dan konstitusi yang merupakan induk model pembangunan Indonesia.

Karena Indonesia sebagai Negara Demokrasi dan Indonesia tak dapat dipisahkan dari label Demokrasi Karena melekat dan mengikat pada Pancasila dan UUD 1945. Disini perlunya menekankan pilar-pilar untuk mewujudkan Demokrasi yang berdasar kedaulatan rakyat. Yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur bangsa. untuk mewujudkan demokrasi yang berdasarkan UUD 1945 ada beberapa prinsip yakni:

1.  ber Ketuhanan Yang Maha Esa

2.  menjunjung tinggi hak asasi manusia(HAM)

3.  mengutamakan kedaulatan rakyat.

4.  didukung oleh kecerdasan warga Negara

5.  menetapkan pembagian kekuasaan Negara

6.  menjamin otonomi daerah

7.  menerapkan konsep Negara hukum

8.  peradilan yang merdeka dan tidak memihak

9.  kesejahteraan rakyat

10.  berkeadilan sosial

Setelah menekankan pilar-pilar berdasarkan UUD 1945, untuk mewujudkan Demokrasi berjalan dengan baik dan benar kita amati proses dan mekanismenya agar tidak keluar dari konseptualitas Negara berdemokrasi. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu; Pengakuan dan jaminan terhadap hak asasi manusia(HAM). Serta, kekuasaan dijalankan atas dasar dan dalam ketaatan terhadap hukum(Supremasi Hukum). Kembali pada misi restorasi Indonesia membangun politik Solidaritas dimulai dari lingkup pribadi individu yang memiliki semangat kebangsaan, nasionalisme dan Patriotisme. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara perlu didoktrin nilai-nilai semangat kebangsaan Indonesia di saat keadaan yang memerlukan gerakan perubahan antara lain:

1.  Semangat Persatuan

2.  Semangat Pengorbanan

3.  Semangat Kepahlawanan

4.  Nilai Kecintaan

5.  Nilai Kebanggaan

6.  Tahan Menderita dan tahan uji

7.  Percaya diri sendiri

Pada merancang politik solidaritas perlu indikasi kekokohan Negara konstitusi yang kuat. dalam mengimplementasikan Negara konstitusi yang kuat Indonesia harus memantapkan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional termuat di paradigma nasional. Kemudian, dalam mewujudkan Negara konstitusi yang kuat bukan hanya mempatenkan UUD 1945 saja. Tetapi, juga mempatenkan pula pancasila sebagai landasan idiil, wawasan nusantara sebagai landasan visional dan ketahanan nasional sebagai landasan konsepsional. Untuk menjalankan demokrasi  konstitusional, warga Negara harus melakukan beberapa tindakan antara lain;

1. menciptakan budaya taat hukum yang sehat dan aktif

2. ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif

3. mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsive

Radikalisme Oposisitas

Tak mau luput dari sebuah kompetisi politik nasional timbullah suatu komunitas. suatu mergeritas dari suatu pihak, dibentuk atas dasar memberikan perlawanan yang mengontrol sekaligus memberikan suatu pencitraan politik tersendiri. bahwasanya level pemerintahan tidak bisa semena-mena menjalankan sebuah aktivitas eksekutif tanpa memandang suatu aspek-aspek tertentu. Akan ada suatu subjek yang menyanggah dalam kontek kebijakan, wacana, rencana dsb. Oposisi dikaitkan lawan politik suatu pemerintahan oleh persamaan konteks yang kalah dalam suatu pertarungan politik. Pihak oposisi sendiri tahu diri dia berada diluar maka dari itu radikalitas yang dikeluarkan hanya verbalisme tak menyentuh suatu konstitusi. Adapun kesalahan suatu tindakan hukum pihak oposisi bisa mengajukannya ke lembaga yudikatif. Karena indonesia mensupremasikan hukum. Radikalisme yang dibentuk guna memberikan suatu perubahan mendasar bukan semata-mata hanya untuk eksistensi, popularitas dsb tetapi tetap kokoh pada pendiriannya akan radikalitas terhadap pemerintah untuk suatu lingkaran kehidupan masyarakat. Indonesia yang berdemokrasi, jika ditarik dari garis tujuan maka seluruh masyarakat indonesia mempunyai tujuan yang sama tetapi suatu prosesnya yang berbeda-beda maka demokrasi adalah sebuah alat untuk mencapai tujuan. Indonesia berpancasila, jika ditarik sebuah implikasi maka setiap warga negara indonesia meyakini pancasila sebagai dasar negara tetapi sebuah pandangan untuk merefleksikan pancasila yang plural, beraneka dan dinamis. Dimulai dari penyamaan visi lalu penyeragaman misi untuk sebuah visi yang tulus akan mampu menghadirkan suatu kekuatan menggapai cita-cita dan sisi lain mampu menghadapi sebuah tantangan. Jadi radikalitas bukan mementingkan suatu personalitas eksekutif dan perkara kontardiktif terhadap pemerintah melainkan mampu memberikan idealisme terhadap suatu produk eksekutif. Sehingga seorang oposisi mampu memberikan perubahan yang esensial dan mampu melakukan apa yang dinamakan indonesia demokrasi dan indonesia pancasila.

Posted with WordPress for BlackBerry.