Binar budaya politik indonesia memasuki moment yang sangat krusial, Bagaimana masyarakat mengidentifikasi tingkah laku para politisi kita yag terjebak dalam suatu kongkalikong kekuasaan. Dengan orientasi itu masyarakat menilai dan mempertanyakan tempat dan peranan mereka di negara ataupun di sistem politik yang mengamanatkan konstitusi.
Kasus M.Nazaruddin ini merupakan indikator, yang menjadi persepsi dan argumentasi publik bahwa kader muda(politisi muda) cenderung riskan untuk dipercaya lagi, potret distrust sangat jatuh di masyarakat. Padahal masih banyak tokoh-tokoh muda yang masih mempunyai figur yang ditopang pengetahuan dan pengalamnya sebagai aktivis masyarakat ataupun penggiat sosial. Semuanya terkomposisi dalam kesalah-arahan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai itu sendiri. Jangan heran juga kalo kader partai itu melebihi koridor-koridor konstitusi yang sudah dicanangkan. Di satu sisi perlu dicermati juga bahwa setiap partai memiliki bidang kaderisasi. Lantas apa fungsi pengkaderan itu? Hanya sebagai bidang fungsional sajakah. Dan apakah partai itu mengkaderkan kadernya untuk korupsi? Atau untuk mendapatkan porsi kekuasaan yang menggiurkan!.
Perlu untuk kita kritisi, karena SDM dari sebuah partai politik dimulai dari sini. Menjadi sebuah acuan kognitif dan penting untuk saat ini di tengah fragmentasi politik yang terjadi di masyarakat, untuk saat ini partai politik harus membenahi sistem kaderisasinya, penataan ulang main stream dari kaderisasi itu sendiri. Pasca melihat kader-kader partai yang menjadi produk partai itu sendiri. Karena seharusnya kaderisasi ini memberikan edukasi politik dan pemahaman fatsun-fatsun politik yang dapat menghasilkan kader-kader berkarakter dan menjadi sosok tauladan untuk rakyatnya kelak. Selain itu juga kader juga mesti memberikan totalitasnya sebagai subjektifitas politik.
Dan salah satunya menjelang 2014 yang menjadi objek partai politik bersaing nanti, partai politik yang bersaing nanti untuk segera melakukan revitalisasi pengkaderan yang sudah ada, pasalnya budaya sudah terkungkung dalam lingkaran api yang mengikat sehingga orang-orang didalamnya mudah terbakar dan sistem politik hanya akan menjadi objek sirkulasi semata, kita tak akan menemukan pemimpin yang tauladan maupun amanah. Sehingga kita terus menemui hambatan yang terderivasi untuk mencapai demokrasi substansial. Semuanya kembali kepada manusianya dan partai politik harus melakukanmelakukan pengkaderan berbasis personalitas dan profesional.